Senin, 22 Februari 2010

Potret Buram Kehidupan Anak Bangsa Dayak

Inilah penggalan “pesan” Charles James Brooke, The White Rajah of Sarawak kepada
rakyat Dayak di Sarawak tahun 1915. Pesan itu kini menjadi kenyataan, terutama
kepada masyarakat Dayak di Kalimantan.
“Aku mohon kepadamu sekalian, dengarkanlah apa yang harus kukatakan ini, dan barulah kalian
merenungkan kata‐kataku... bukankah telah dan masih akan terjadi pada kalian, bahwa setelah aku tidak
lagi di sini, banyak orang lain akan berdatangan terus‐menerus dengan kelembutan dan senyum, untuk
merampas dari kalian apa yang sebenarnya adalah hak kalian, yaitu tanah tempat kalian hidup ini,
sumber dari penghasilan kalian, makanan bahkan yang ada dalam mulut kalian? Kamu sekalian akan
kehilangan hak yang melekat padamu secara turun‐temurun bersama dengan kelahiranmu, yang akan
dirampas darimu oleh orang asing dan para spekulan yang pada gilirannya, justru menjadi tuan dan
pemilik, sementara kalian sendiri, hai anak‐anak negeri ini, akan disingkirkan dan menjadi bukan apa‐apa
lagi kecuali kuli‐kuli dan orang buangan di pulau ini.”

Seiring perkembangan dunia yang sudah semakin dikuasasi oleh segelintir pemilik
modal yang haus akan kekayaan duniawi. Tak luput juga, untuk memenuhi hasratnya itu,
kaum kapitalis rela mengorbankan kepentingan‐kepentingan orang Dayak dari tanah
leluhurnya. meskipun sesungguhnya, orang Dayak itu sudah bertahun‐tahun
meneriakkan ketidakadilan yang mereka alami, namun kedaulatan orang Dayak sebagai
masyarakat adat tidak pernah diakui oleh negara dalam tataran praktik‐praktik
penyelenggaraannya. Pengetahuan dan kearifan lokal serta penguasaan terhadap alam
sebagai sumber kehidupan mereka dilecehkan, dihancurkan dan bahkan dialienasikan
semata‐mata untuk memuluskan kepentingan‐kepentingan bisnis kapitalis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar