Kesimpangsiuran penamaan Dayak, menjadi terang dan dikumandangkan sampai ke penjuru dunia, bahwa penamaan yang benar adalah Dayak bukan Daya, Daya’ dan lain sebagainya. Pandangan miring tentang Dayak yang identik dengan kebodohan, miskin, primitif, kuno, kanibal, kotor dan sebagainya merupakan pandangan keliru tentang Dayak. Stigma negatif itu bukan karena nama Dayak-nya, melainkan kondisi eksternal yang secara sistematis memang memosisikan orang Dayak seperti itu.
Bermula dari Ekspo Budaya Dayak inilah, orang Dayak mulai meretas jalan kebangkitannya, beranjak dari tidur panjang dari masa-masa keterpurukkan. Orang Dayak tidak lagi malu mengakui identitasnya, justru bangga. Namun rasa bangga terhadap identitasnya tidak akan berarti apa-apa jika tidak disertai dengan upaya-upaya mempertahankan eksistensi atau identitasnya. Orang Dayak harus berkepribadian secara budaya, berdaulat secara politik, dan mandiri secara ekonomi agar setara dengan komunitas-komunitas lainnya. Apa usaha yang bisa dilakukan untuk mewujudkan itu? Tentu saja banyak cara yang bisa dilakukan, diantaranya:
Menyelamatkan Tradisi Kebudayaan
Pendokumentasian Budaya
Tumbuhnya Koperasi Kredit (CU)
Berkompetisi dalam bidang politik dan pemerintahan
::Foto: Al Yan Sukanda; peraih penghargaan kebudayaan nasional 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar